Cerita Dahaluddin Pawang yang Tangkap Buaya Sepanjang 5 Meter di Sungai Budong-budong, Mateng
https://www.fokusmetrosulbar.com/2020/08/cerita-dahaluddin-pawang-yang-tangkap.html
MATENG, FMS - Namanya Dahaluddin (70) pawang buaya yang tinggal di Desa Tobadak, Kecamatan Tobadak , Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat. Meski di usianya tak semuda dan selincah dulu lagi, namun siapa sangka ia berhasil menangkap buaya sepanjang 5 meter disungai Budong- budong, Mateng.
Pasca buaya tersebut memangsa Asrianto anggota Taruna Siaga Bencana (Tagana) BPBD Mateng di sungai Budong-budong, meski ia sempat di bawah kerumah sakit di Mateng. Namun naas nyawanya tak dapat tertolong lagi.
Dahaluddin mengatakan buaya tersebut ditangkapnya bersama kelima anaknya dengan menggunakan tombak dengan cara menyusuri sungai Budong-budong menggunakan perahu dan alat penerang senter. Ia mengaku selama dua malam berturut –turut melakukan perburuan sebanyak 18 ekor buaya yang sudah ditangkapnya salah satunya buaya yang sepanjang 5 meter. Kemudian buaya tersebut diserahkan kepada Bupati Mamuju Tengah, Aras Tammauni.
“Kami ada dua tim selama dua malam ada 18 ekor buaya yang sudah kami tangkap lalu serahkan kepada bupati dan ada juga yang diambil warga untuk dipelihara,” kata Dahaluddin saat saat ditemui dikediamannya, Jumat (28/8).
Namun buaya yang sepanjang 5 meter tersebut mati dihalaman kantor bupati Mateng beberapa hari lalu kondisi kaki dan mulut terikat serta kepanasan. Pasalnya pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) tak kunjung datang untuk mengambilnya.
Ia mengaku menjalani profesi sebagai penangkap buaya sejak dari tahun 1989 hingga sekarang. Ia bercerita awal mulanya terjun menangkap buaya ikut orang Cina dari Irian yang datang menangkap buaya di Budong-budong nama Mamuju Tengah sebelum terbentuk Sulbar saat itu masih satu wilayah dengan Provinsi Sulsel. Sehingga berawal dari situ, ia lihai dalam hal menangkap buaya. Ia mengaku melakukan pemburuan buaya jika ada yang meresahkan warga atau yang menjadi korban karena disadarinya satwa tersebut dilindungi oleh pemerintah.
“Saya sudah tidak tau berapa jumlah buaya yang sudah saya tanggap. Kalau diperkirakan sudah ribuan karena dari tahun 1989 saya sudah menangkap memangmi buaya,” katanya
Bapak delapan anak tersebut mengaku menangkap buaya hanya menggunakan tombak atau pancing yang diberi umpan seekor ayam. Dan proses penangkapannya pada malam hari. Ia mengaku kendala selama menjalani profesi tersebut jika buaya yang targetnya menyerang dirinya. Namun selama menjalaninya profesinya tak sampai mengalami luka atau cedera serius. Bahkan kelima anak laki-lakinya mengikuti jejaknya sebagai penangkap buaya.
“Rata-rata buaya yang saya tangkap di tombak pas punggungnya karena tidak mati, beda kalau dipancing itupun ada triknya agar buaya yang dipancing tidak mati,” ujarnya.
Dahaluddin berharap pemerintah membuat penangkaran buaya di Mateng sehingga jika ada buaya yang ditangkap bisa dilepas dipenangkaran tersebut. Sehingga tak ada lagi warga yang menjadi korban mati dimangsa buaya. Apalagi sungai yang ada di Mateng memang banyak buayanya.
“Ada bekas sungai disini bagus dijadikan tempat penangkaran buaya dan dikembangbiakkan disitu,” pungkasnya.(Al).
Pasca buaya tersebut memangsa Asrianto anggota Taruna Siaga Bencana (Tagana) BPBD Mateng di sungai Budong-budong, meski ia sempat di bawah kerumah sakit di Mateng. Namun naas nyawanya tak dapat tertolong lagi.
Dahaluddin mengatakan buaya tersebut ditangkapnya bersama kelima anaknya dengan menggunakan tombak dengan cara menyusuri sungai Budong-budong menggunakan perahu dan alat penerang senter. Ia mengaku selama dua malam berturut –turut melakukan perburuan sebanyak 18 ekor buaya yang sudah ditangkapnya salah satunya buaya yang sepanjang 5 meter. Kemudian buaya tersebut diserahkan kepada Bupati Mamuju Tengah, Aras Tammauni.
“Kami ada dua tim selama dua malam ada 18 ekor buaya yang sudah kami tangkap lalu serahkan kepada bupati dan ada juga yang diambil warga untuk dipelihara,” kata Dahaluddin saat saat ditemui dikediamannya, Jumat (28/8).
Namun buaya yang sepanjang 5 meter tersebut mati dihalaman kantor bupati Mateng beberapa hari lalu kondisi kaki dan mulut terikat serta kepanasan. Pasalnya pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) tak kunjung datang untuk mengambilnya.
Ia mengaku menjalani profesi sebagai penangkap buaya sejak dari tahun 1989 hingga sekarang. Ia bercerita awal mulanya terjun menangkap buaya ikut orang Cina dari Irian yang datang menangkap buaya di Budong-budong nama Mamuju Tengah sebelum terbentuk Sulbar saat itu masih satu wilayah dengan Provinsi Sulsel. Sehingga berawal dari situ, ia lihai dalam hal menangkap buaya. Ia mengaku melakukan pemburuan buaya jika ada yang meresahkan warga atau yang menjadi korban karena disadarinya satwa tersebut dilindungi oleh pemerintah.
“Saya sudah tidak tau berapa jumlah buaya yang sudah saya tanggap. Kalau diperkirakan sudah ribuan karena dari tahun 1989 saya sudah menangkap memangmi buaya,” katanya
Bapak delapan anak tersebut mengaku menangkap buaya hanya menggunakan tombak atau pancing yang diberi umpan seekor ayam. Dan proses penangkapannya pada malam hari. Ia mengaku kendala selama menjalani profesi tersebut jika buaya yang targetnya menyerang dirinya. Namun selama menjalaninya profesinya tak sampai mengalami luka atau cedera serius. Bahkan kelima anak laki-lakinya mengikuti jejaknya sebagai penangkap buaya.
“Rata-rata buaya yang saya tangkap di tombak pas punggungnya karena tidak mati, beda kalau dipancing itupun ada triknya agar buaya yang dipancing tidak mati,” ujarnya.
Dahaluddin berharap pemerintah membuat penangkaran buaya di Mateng sehingga jika ada buaya yang ditangkap bisa dilepas dipenangkaran tersebut. Sehingga tak ada lagi warga yang menjadi korban mati dimangsa buaya. Apalagi sungai yang ada di Mateng memang banyak buayanya.
“Ada bekas sungai disini bagus dijadikan tempat penangkaran buaya dan dikembangbiakkan disitu,” pungkasnya.(Al).