Dering

Foto: Ilustrasi via wowmenariknya.com
Oleh : Niken Bororesmi

"Hahaha... iya memang lucu,".

Ia tertawa tanpa henti setelah kuceritakan kisah cinta seorang gelandangan di piggir jalan raya. Kisah cinta yang tak kan mungkin sepenuhnya dapat dimengerti oleh Nhery, wanita idamanku sejak sedari dulu. Dulu hingga dulu yang tak masuk dalam kalender masehi. huft, sebenarnya semua cerita yang kuceritakan pada Nhery hanyalah cerita semu berbaur dengan bualan untuk sekedar melihat torehan senyum manisnya.
Niken Bororesmi
Padahal nyatanya aku hanyalah cerita semu pula dalam cerita hidupnya. Meski aku tak pernah dianggap, dirasakan, bahkan hanya mungkin butiran debu yang siap dihembuskan kapan saja oleh angin sendu. Aku tak banyak berharap dari torehan senyum itu. Aku hanyalah lelaki kucel diantara rimbunan perjaka-perjaka yang lain. Ia sudah mengetahui namaku saja sudah membuat diri ini merasa dihormati. Tak lebih.

Bahkan, hari-hari yang dilalui adalah apa yang pernah dilalui oleh setiap pecinta dalam lingkup imajinasi. Dan aku adalah salah satu dari mereka, pecinta yang hanya dapat mecinta di balik tirai jingga dan berbisik di setiap hembusan nafas, berharap ia dapat sekedar merasai. Kan kubiarkan setiap detak jantung ini memacu hanya untuk dirinya dan dirinya.

Hanya saja sudah lama aku tak pernah bertemu lagi dengannya. Hahaha.... sehari saja tak kulihat torehan senyum itu, sudah kucaci waktu yang tak kumanfaatkan. Entah bagaimana lagi akhir dari cerita semu ini jika aku takkan pernah lagi melihat torehan senyum itu.

Namun sesuatu telah terjadi pada Nhery. Usut punya usut dari sumber yang terpercaya, ku pahami betul mengapa itu terjadi dan letak penyesalan pada diri Nhery. Ia HAMIL. Lantas siapa yang tak menggelengkan kepalanya melihat hal buruk juga terjadi padaku, sang pecinta dalam lingkup imajinasi.

"Bagaimana mungkin kau masih bisa mempercayai dan memujinya seolah tak ada makhluk indah lainnya yang bisa kau lirik. Hei kawan, lihatlah keelokan dari Destiny, Angel, apalagi Aisyah. Wouw.... sudah baik budi pekerti, ayu pula, plus bibir merah merona,"sanggah temanku melihat ketololan dariku.

Aku setengah senyum menatapnya. Dia pun bingung dan pergi meninggalkanku dengan dongkol sebab tak berhasil membawaku keluar dari ruang imajinasi ini. Aku tak mengumpat atas perbuatannya, sebab sudah semestinya ia berlaku demikian karna ia perduli padaku namun tak perduli imajinasiku.

Aku adalah aku dan takkan berubah menjadi bentuk dari keinginan mereka. Bukan ku tuli maupun benci atas tindakan mereka seolah-olah aku dan duniaku tak perlu diurusi seperti itu. Hanya saja, sedikit saja, andaikan saja mereka sesekali mendengarkan apa yang akan kukatakan dari imajinasi ini, mungkin mereka akan faham dan membiarkan diriku tetap seperti ini.

Nhery hamil. Bukanlah suatu aib yang mesti dijadikan alasan untuk meninggalkannya sendiri, apalagi mencacinya seolah dia adalah makhuk yang paling kotor dimata mereka. Aku tahu, Nhery pasti memiliki alasan terkhusus sehingga ia lupa akan harga dirinya. Aku juga tahu, Nhery pastilah mengerti posisinya saat ini dan pastinya menyesal. Dan aku ingin tahu alasan Nhery sehingga mampu berbuat sedemikian rupa. Aku ingin tahu.

"Kau tahulah Zul, kau mestinya tahu mengapa aku dapat melakukan semua ini bahkan setelah apa yang kulakukan, berhubungan intim dengannya hingga hamil, aku tak merasa bersalah, hina, ataupun benci terhadap cacian mereka. Mereka berhak menilaiku, kehidupanku, gayaku, polesanku. Namun, perlu kutekankan bahwa aku tak pernah meminta mereka menjadi juri di kehidupanku,"bebernya padaku.

Aku mendengar dengan teliti dan kuresapi tiap kata yang dia ucap. "Benar juga," batinku. "Tapi mengapa ia rela ?" batinku bertanya.

"Jika ada yang ingin kau katakan, katakan saja. Aku tahu Zul, kau pasti menyimpan bermacam-macam pertanyaan. Tanyakan saja padaku, aku akan menjawabnya. Jangan merasa aku akan tersinggung dengan pertanyaanmu," katanya.

"Akh... Kau memang dari dulu mengenal sifatku. Tahu saja kau kalau aku ingin tahu apa yang telah terjadi pada dirimu. Begini... kau pasti tahu akibat dari perbuatanmu. Kau pasti tahu, aku yakin itu. Tapi mengapa masih saja kau diam ?" tanyaku.

"Hehe...," cengirnya. "Aku tak diam zul. Jika aku diam maka orang-orang disana pasti akan tetap menilaiku seperti biasa, tak ada perubahan. Karna aku hanya bergeser dari tempatku dan kembali diam. Tapi, jika kuteruskan maka aku telah berlari jauh meninggalkan Nhery yang mereka kenal. Dengan melakukan hal ini aku telah berpindah Zul. Entah otakku yang pindah kedengkul, kegilaanku yang pindah menjadi keegoisan, ratapanku yang pindah keimpian tetangga. Hahaha....,"jelasnya sembari tertawa renyah. Renyah sekali.

"Bukan berarti aku tak perduli akan simpatik mereka kepadaku,"lanjutnya lagi. "Mereka simpatik karena ketololanku yang telah memberikan keperawananku pada Fajri ?. Tidak... Sedikitpun aku tidak tolol ataupun menyesal. Sebab hidup baru saja dimulai Zul. Aku suka kehidupan baru ini. Bukan berarti pula aku tak sayang diriku dengan membiarkan harga diriku dibawa oleh omongan mereka. Justru sekarang aku berada dipuncak kebahagiaan sekarang Zul. Kau pasti penasaran dengan apa yang kurasakan saat ini. Akh.. terlalu sulit kuuraikan perasaan ini, perasaan dimana aku terjatuh kemarin kemudian tanpa aku sadari aku baik-baik saja sekarang," jelasnya.

"Biarkan saja aku dikatakan pelacur, tak tahu diri, wanita kotor, biarkan saja. Tak sadarkah mereka, masih banyak anak-anak gadis diluar sana berseliweran dengan "BATAS SEWAJARNYA" tanpa diketahui orang tua mereka sebab sudah merasa kenal dunia, dan akhirnya mereka mulai luntur. Mengenakan penutup kepala, namun masih menampakkan lekukan tubuhnya. Apalagi ditambah dengan polesan lipstik merah merona, bedak anti hujan, kemudian diam-diam main tangan dan kata-kata kasar terutama gosipnya.

Aku sudah mengetahui kesalahanku dan semestinya aku malu atas kesalahan ini, namun aku justru sadar Zul bahwa mereka yang diluar sanalah yang semestinya sadar kesalahan mereka. Bukan berarti pula aku tak salah atas tindakan tragis ini, aku juga telah mengetahui segala tindakan anarkis ku ini Zul. Aku tahu, jauh sebelum matahari itu menyingsing dan tenggelam. Jauh sebelum Sitti Nurbaya dijodohkan, aku tahu Zul, aku tahu. Hanya saja, kau juga pasti tahu diriku bahwa semakin aku mengetahui hal itu semakin pula aku mengacuhkannya dan tanpa aku sadari aku makin mendekati hal itu. Yup, aku terjatuh. Menangis kemudian tertawa. Menangis, tertawa lagi. Tertawa, menangis lagi," katanya memberiku penjelasan panjang lebar.

Aku hanya mengangguk-angguk tanpa paham sedikitpun arah dan maksud pembicaraan Nhery. Lama ku terdiam, coba resapi setiap kata yang ia ucap. Namun nihil, fikiranku buntu.

"Sudahlah Zul. Kau juga takkan mengerti apa mauku terhadap hidupku sendiri. Apakah mungkin Zul ini hanyalah tindakan atas kekecewaanku karna dilampau usia yang terlalu matang ?. Tapi satu hal yang aku saluti dari mereka. Iya, para wanita yang dipanggil dan kemudian dibayar itu. Kok bisanya mereka setegar itu ?. Tapi setidaknya mereka lebih bernilai dibanding diriku yang bahkan tak dapat apa-apa dari Fajri. Menikahiku pun tidak, bahkan sekarang batang hidungnya pun tak pernah lagi nampak. Wanita itu tetap dicaci, dimaki, seolah sangat kotor.

Tak tahukah mulut-mulut itulah yang lebih kotor karna terlalu menganggap kotor yang dipandangnya. Heran aku Zul, bagaimana mereka sebegitu lihainya menilai wanita itu. Apa mereka pernah berada diposisi wanita itu ?. Apa mereka pernah mengetahui apa alasannya ?. Apa mereka tahu bahwa mereka mencela namun tetap juga menikmati tubuh wanita itu ?. Mereka juga wanita sama seperti diriku. Hanya saja mereka wanita yang tangguh dan aku lebih takjub lagi saat bibir-bibir itu menghujat namun wanita itu tetap berhajat. Pasti menorehkan kepekaan yang seharusnya dirasa,"ucapnya mulai simpati.

"Lah kok aku sedih ... lah kok nangis. Padahal tadi aku mau cerita tentang diriku kok malah pindah topik," ucapnya sembari menyapu kedua bola matanya yang mulai basah.

"Ya sudahlah ... Kau juga sepertinya tak paham tentang alur ceritaku Zul. Alur ceritaku terlalu semu untuk dipahami. Kau pulanglah," ungkapnya sembari berdiri.

"Oh ya Zul, aku hanya ingin memberitahumu. Bagaimana bisa kaum lelaki selalu menuntut kesucian dari pihak perempuan bila sebaliknya mereka juga sudah tak perjaka. Heh, itu kan tidak adil namanya Zul. Kalian ingin memulainya dengan kesucian namun kalian sendiri tak suci. Munafik Zul, munafik, "ungkapnya kesal.

"Untung saja tak semua lelaki seperti itu Zul. Untung saja haha..., " ia kembali tertawa dan berbalik meninggalkanku.

Aku masih duduk terdiam di tempatku tanpa berkutik. Begitukah penilaian orang atas hal yang mereka pahami. Apa mungkin mereka menilai hanya dari sudut pandang mereka sendiri tanpa menggunakan kacamata untuk lebih jelas melihat hal yang sesungguhnya. Aku memang mendengar alasan Nhery, namun aku tak paham. Kemudian saat aku ingin berajak pergi. Penglihatanku serasa buram dan kepalaku pening. Aku pusing dengan cerita semu ini dengan pecinta diruang imajinasi ini. Dan kekagumanku pada sosok Nhery semakin bertambah. Aku ambruk dan akh malunya aku saat tak sadarkan diri.

Dan...

"brukk... "
 Wajahku mendarat terlebih dahulu di lantai hingga menyebabkan diriku tersadar dan menyebabkan suara yang cukup keras.

"akh,  ternyata mimpi,".

Post a Comment

emo-but-icon

FOKUS METRO SULBAR

BERITA Populer Minggu Ini

item
close
Banner iklan disini