Tak Ada Yang "Terbunuh", PWI Punya Aturan Main
https://www.fokusmetrosulbar.com/2019/07/tak-ada-yang-pwi-punya-aturan-main.html
Manusia dikatakan hidup jika jasad belum terpisah dari roh. Tak ada gunanya jasad jika manusia sudah tak bernyawa. Karena itu roh tak pernah mati. Ia ada di alam sana.
Dengan demikian roh PWI Sulbar masih hidup tak ada yang "terbunuh" dan "membunuh". Artinya sekelas PWI tak bisa dibanding-bandingkan, disama-samakan dengan yang lain. Karena organisasi wartawan sekelas PWI tak boleh sembrono.
Jika "Dibunuh" tentu Roh PWI punya aturan main bertemu dengan "Tuhan-NYA". Kira-kira begitu aliran abstrak dalam seni lukis.
Jika asumsi kita dan barometer mengukur denyut jantung dengan sunatan massal atau demo dan sebagainya. Maka itu sangat keliru. Karena nafas PWI tak disitu.
Sebab PWI punya aturan main dan syarat terkait pola rekruitmem bagi calon anggota PWI. Bukan tertutup. Syarat menjadi anggota biasa di organisasi wartawan tertua di Indonesia ini amat selektif dan ketat.
Minimal bersertifikat kompetensi dari Dewan Pers. Jadi sekali lagi PWI selalu terbuka, tapi dengan syarat itu tadi.
Dunia jurnalisme bukanlah kompetisi kalah-menang. Jika pikiran kita dijejali kompetitor maka itu juga amat keliru.
Sebab, PWI tak mengenal kalah-menang. "Dibunuh" dan "membunuh". Yang subtansi adalah membangun cara berpikir logis wartawan. Tidak asal-asalan dan sembrono.
Karena eksistensi PWI yang nota bene didalammnya adalah wartawan. Tak bisa diukur dengan perasaan. Harus ada barometer yang komprehensif dan bisa dipertangungjawabkan.
Etika Organisasi
PWI punya aturan PDRT yang mengikat bagi wartawan tergabung didalamnya. Ada mekanisme dan prosudur penyampaian keluh kesah yang biasa disebut aspirasi.
PWI juga tak alergi di kritik. Sepanjang krtik itu membangun dan punya etika.
Yang dibutuhkan adalah tim work yang saling menghargai dan menghormati. Bukan sebaliknya.
PWI tak mengejar prestasi apalagi prestise. Organisasi Wartawan ini ada dan tumbuh ditengah gelimang SDM yang mumpuni.
Dari tangan PWI banyak melahirkan tokoh pers nasional. Itu fakta dan sejarah mencatatnya. Tak penting untuk disebutkan satu-satu.
Karena itu, membanding-bandingkan yang tak sebanding itu juga konyol.
Sejatinya kita berpikir logis agar tak ada "duri dalam daging".
Penulis : Salim Majid (Wakil Ketua PWI Sulbar)