DPRD Sulbar Bahas Isu Penjualan Pulau dan Batas Wilayah
https://www.fokusmetrosulbar.com/2020/06/dprd-sulbar-bahas-isu-penjualan.html
MAMUJU, FMS - Menyikapi penjualan Pulau Malamber yang terletak di Desa Balabalakang Timur Kecamatan Balabalakang, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. DPRD Sulbar menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) Pemprov Sulbar diruang rapat DPRD Sulbar, Senin (22/6).
Rapat dipimpin wakil ketua DPRD Sulbar Usman Suhuriah, hadir pada rapat tersebut ketua DPRD Sulbar Suraidah Suhardi, wakil ketua Abdul Rahim, wakil ketua Abdul Halim dan sejumlah anggota DPRD lainnya seperti Muslim Fattah, Hatta Kainang, Sukardi M Noer dan Ir. Abidin.
Sedangkan dari pihak OPD Pemprov Sulbar yang hadir yakni Biro Pemerintahan, Biro Hukum, Dinas Kelautan dan Perikanan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulbar.
Ketua DPRD Sulbar, Suraidah Suhardi menuding Pemkab Mamuju kurang serius memperhatikan pulau Balabalakang dan sekitarnya.
“Pemda Mamuju kurang perhatian dipulau tersebut, Balabalakang harus dijaga dengan baik, jika tidak maka akan lepas diambil orang. Begitu pula batas di Pasangkayu dan Mamasa juga harus kita jaga juga sebab kalau tidak dijaga maka akan banyak kasus seperti ini,” terangnya.
Dikatakan issu terkait penjualan pulau Malamber harus ditindaklanjuti karena telah menjadi isu nasional.
“Ini sudah menjadi issu nasional, pembelian pulau dilarang oleh undang-undang ini soal harga diri daerah kita. DPRD Sulbar harus bersikap karena menjadi jadi tugas DPRD menyikapi issu yang berkembang di daerah ini," tegasnya.
Wakil ketua DPRD Sulbar Abdul Rahim menegaskan bahwa sikap tegas dari Pemprov Sulbar harus jelas untuk menjaga dan melindungi daerah ini.
“Beberapa pulau kita sudah lepas termasuk pulau lerek-lerekan, sekarang kita dikagetkan soal penjualan pulau ini. Sikap Pemprov Sulbar belum ada. Saya kira harus ada langkah hukum yang diambil pemerintah, harus ada lengkah tegas. jika Pemprov. Sulbar diam maka DPRD Sulbar akan dorong hal ini ke pansus ini langkah untuk menjaga daerah kita,” kata Rahim.
Kepala Kanwil BPN Sulbar DR.Suhendro,SH.MH menjelaskan mekanisme penjualan dan proses kepemilikan suatu pulau. Ia mengatakan Undang-undang membolehkan suatu pulau dikuasi dan dimiliki oleh warga negara indonesia (WNI) sepanjang prosudur dan mekanisme telah terpenuhi.
Namun Kanwil BPN Sulbar Suhendro menegaskan bahwa hingga saat ini pulau tersebut masih dikuasai oleh negara dan belum ada orang yang memperoleh sartifikat kepemilikan atau uzin lain seperti hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB) di pulau tersebut.
Mengenai adanya issu penjualan pulau tersebut, Ia menanggapi issu tersebut secara dingin dan santai pasalnya Ia menganggap transaksi tersebut adalah penjualan dibawah tangan alias ilegal.
“WNI berhak mendapatkan sartifikat kepemilikan, tapi dalam suatu pulau minimal 30 persen yang tidak bisa dimiliki dan dikuasai orang. Namun sebelum sartifikasi hak milik dan izin lainnya dikeluarkan Pemda maka pulau itu terlebih dahulu harus memiliki tata ruang yang jelas, harus memiliki peta zonasi, setelah itu terpenuhi maka barulah boleh diterbitkan hak kepemilikan atau izin HGU dan HGB dan izin lainnya,” tegasnya.(Al).
Rapat dipimpin wakil ketua DPRD Sulbar Usman Suhuriah, hadir pada rapat tersebut ketua DPRD Sulbar Suraidah Suhardi, wakil ketua Abdul Rahim, wakil ketua Abdul Halim dan sejumlah anggota DPRD lainnya seperti Muslim Fattah, Hatta Kainang, Sukardi M Noer dan Ir. Abidin.
Sedangkan dari pihak OPD Pemprov Sulbar yang hadir yakni Biro Pemerintahan, Biro Hukum, Dinas Kelautan dan Perikanan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulbar.
Ketua DPRD Sulbar, Suraidah Suhardi menuding Pemkab Mamuju kurang serius memperhatikan pulau Balabalakang dan sekitarnya.
“Pemda Mamuju kurang perhatian dipulau tersebut, Balabalakang harus dijaga dengan baik, jika tidak maka akan lepas diambil orang. Begitu pula batas di Pasangkayu dan Mamasa juga harus kita jaga juga sebab kalau tidak dijaga maka akan banyak kasus seperti ini,” terangnya.
Dikatakan issu terkait penjualan pulau Malamber harus ditindaklanjuti karena telah menjadi isu nasional.
“Ini sudah menjadi issu nasional, pembelian pulau dilarang oleh undang-undang ini soal harga diri daerah kita. DPRD Sulbar harus bersikap karena menjadi jadi tugas DPRD menyikapi issu yang berkembang di daerah ini," tegasnya.
Wakil ketua DPRD Sulbar Abdul Rahim menegaskan bahwa sikap tegas dari Pemprov Sulbar harus jelas untuk menjaga dan melindungi daerah ini.
“Beberapa pulau kita sudah lepas termasuk pulau lerek-lerekan, sekarang kita dikagetkan soal penjualan pulau ini. Sikap Pemprov Sulbar belum ada. Saya kira harus ada langkah hukum yang diambil pemerintah, harus ada lengkah tegas. jika Pemprov. Sulbar diam maka DPRD Sulbar akan dorong hal ini ke pansus ini langkah untuk menjaga daerah kita,” kata Rahim.
Kepala Kanwil BPN Sulbar DR.Suhendro,SH.MH menjelaskan mekanisme penjualan dan proses kepemilikan suatu pulau. Ia mengatakan Undang-undang membolehkan suatu pulau dikuasi dan dimiliki oleh warga negara indonesia (WNI) sepanjang prosudur dan mekanisme telah terpenuhi.
Namun Kanwil BPN Sulbar Suhendro menegaskan bahwa hingga saat ini pulau tersebut masih dikuasai oleh negara dan belum ada orang yang memperoleh sartifikat kepemilikan atau uzin lain seperti hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB) di pulau tersebut.
Mengenai adanya issu penjualan pulau tersebut, Ia menanggapi issu tersebut secara dingin dan santai pasalnya Ia menganggap transaksi tersebut adalah penjualan dibawah tangan alias ilegal.
“WNI berhak mendapatkan sartifikat kepemilikan, tapi dalam suatu pulau minimal 30 persen yang tidak bisa dimiliki dan dikuasai orang. Namun sebelum sartifikasi hak milik dan izin lainnya dikeluarkan Pemda maka pulau itu terlebih dahulu harus memiliki tata ruang yang jelas, harus memiliki peta zonasi, setelah itu terpenuhi maka barulah boleh diterbitkan hak kepemilikan atau izin HGU dan HGB dan izin lainnya,” tegasnya.(Al).