Tak Ada Biaya, Orangtua Nurul Bocah Penderita Gizi Buruk Hanya Bisa Pasrah

MAJENE, FMS - Nurul Amika, balita penderita gizi buruk yang lahir di Dusun Galung Paara, Desa Pamboboran, Kecamatan Banggae Majene, anak bungsu lima bersaudara dari Ayah bernama Abdul Rahim dan Ibu Rumaedah.

Sejak dilahirkan, Nurul Amika hanya sehat sekira dua bulan. Setelah itu, perkembangannya tidak kunjung membaik layaknya balita pada umumnya, hingga akhirnya Nurul positif menderita gizi buruk.

Dengan penyakit yang dideritanya, membuatnya harus keluar masuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) untuk mendapatkan perawatan medis. Namun dari sekian kali ia mendapat perawatan, hal itu tetap tak mampu membuat kondisinya membaik.

"Dokter bilang, otaknya Nurul semakin mengecil. Jadi, Nurul disarankan untuk dirujuk ke Makassar demi perawatan yang lebih baik. Tapi jangankan biaya berobat, untuk biaya ke Makassar saja kami tidak punya," ujar Rumaeda, saat ditemui di rumahnya, Kamis (3/4/2016).

Nurul Amika terakhir dirawat di RSUD Majene selama 18 hari. Kedua orang tuanya terpaksa meminta pada pihak RSUD untuk keluar lebih cepat. Lantaran harus bekerja untuk menghidupi empat anaknya yang lain.

Kedua orang tua Nurul, dulunya bekerja sebagai buruh pandai besi di tempat usaha milik salah seorang tetangganya di Galung Paara, dalam menghidupi kelima anaknya. Bapak nurul menempa besi dengan upah Rp 25.000 perhari, sementara sang istri bekerja sebagai penghalus parang dari hasil tempaan sang suami dengan menggunakan gurinda.

"Rp2.000 adalah upah menghaluskan sebuah parang. Kalau kita bekerja sehari penuh, kadang dapat sepuluh tapi sudah lama saya tidak bisa bekerja karena menjaga Nurul," ungkapnya.

Pekerjaan sebagai pandai besi bukanlah perkara mudah, pekerjaan itu lumayan   melelahkan dan memakan waktu cukup lama. Sebab, harus melalui beberapa proses, mulai dari pembakaran, penempaan, dan hal itu dilakukan berulang ulang untuk mendapatkan hasil maksimal.

Seiring berjalannya waktu, dengan hanya mengandalkan penghasilan sang ayah sebagai buruh pandai besi, ternyata tak mampu menutupi kehidupan keluarganya, terlebih jika harus menanggung biaya berobat ke rumah sakit. Keadaan itu pun memaksa Rahim untuk mencari penghasilan lebih, yakni sebagai buruh bangunan.

"Bapaknya sekarang pergi ke Manado kerja bangunan. Kalau ada penghasilannya sedikit sedikit, langsung  dikirim kesini untuk beli beras dan susu untuk Nurul," ungkap Ruhaeda, sembari menenangkan Nurul yang terus menangis.

Dengan penghasilan yang lebih baik dari sebelumnya, tidak serta merta membuat kehidupan kedua orang tua Nurul berkecukupan, namun hanya mampu menutupi kebutuhan sehari hari keluarga seadanya, itu pun kalau cukup.

Dalam kondisi itu, Rahim dan Rumaeda tak mampu melawan nasib. Mereka hanya bisa berpasrah pada sang maha kuasa. Karena menghidupi keluarga kecilnya saja, sudah merupakan hal yang luar biasa baginya.

Tuhan memang kuasa, kini, keluarga kecil itu mendapat perhatian dari sejumlah pemuda Sulbar yang berjiwa sosial. Mereka tergabung dalam Aliansi Pemuda Mandar yang hingga kini terus mengumpulkan rupiah untuk biaya berobat Nurul ke Makassar.

"Kami siap mengantar Nurul Amika ke Makassar dan mengurus segala kelengkapan berkasnya," ungkap Muhammad Arfandi, disela sela mengumpulkan dana untuk Nurul Amika, kemarin.

Uluran tangan dari para dermawan akan sangat berarti demi kesembuhan Nurul Amika. Bagi bapak ibu yang ingin membantu, silahkan menghubungi Aliansi Pemuda Mandar. (Laporan Muh Taufiq)

Related

MAJENE 2909892788029582556

Post a Comment

emo-but-icon

FOKUS METRO SULBAR

BERITA Populer Minggu Ini

item
close
Banner iklan disini